Selasa, 26 Mei 2009

tugas pllb

PENCEMARAN DI SUNGAI BARITO

Barito adalah wilayah di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Barito, khususnya yang termasuk wilayah provinsi Kalimantan Tengah. Daerah ini dahulu pada masa pemerintahan Hindia Belanda merupakan Onder Afdeeling Barito yang beribukota di Muara Teweh (sekarang ibukota Barito Utara). Bekas Onder Afdeeling Barito (bagian dari Afdeeling Kapuas Barito) sekarang sudah berkembang menjadi 4 kabupaten yaitu Barito Selatan, Barito Utara, Barito Timur dan Murung Raya. Wilayah ini sekarang sedang berjuang untuk membentuk provinsi Barito Raya, dimana gerakan ini berakar dari pemikiran para penduduk di sepanjang DAS Barito dalam bidang sosial politik, untuk meminta perhatian yang lebih serta untuk mendapatkan pembagian yang lebih berimbang dan pemberian akses-akses ekonomi atas kekayaan sumber daya alam yang dimiliki oleh daerah-daerah yang berada di sepanjang DAS Barito. Wilayah Barito ini dalam Kitab Negarakertagama disebutkan sebagai salah satu daerah taklukan kerajaan Majapahit yang berada di pulau Tanjung Negara. Pada masa Kerajaan Banjar wilayah ini termasuk dalam daerah pengaruh kekuasaannya. Bagian hilir dan muara dari DAS Barito adalah wilayah kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan. Barito Kuala merupakan kabupaten pemekaran dari Kabupaten Banjar. Pada masa Hindia Belanda wilayah kabupaten Barito Kuala termasuk Afdeeling Bandjarmasin. Pada umumnya penduduk yang tinggal di sepanjang sungai Barito adalah dari etnik kategori Barito Isolec atau suku dayak dengan penuturan bahasa Barito seperti Dayak Bakumpai, Dayak Murung, Dayak Siang, Dayak Maanyan, Dayak Bawoo. Sesudah Perang Banjar berakhir, terjadi perang besar yang lebih dikenal dengan Perang Barito dengan pejuang utamanya adalah pangaran Antasari, Ratu Zaleha dan Gt.Muhammad Seman. Tokoh pejuang dalam perlawanan masyarakat Barito yang lain adalah Panglima Wangkang, Tumengung Surapati dan Haji Matalib. Pendangkalan alur ambang sungai Barito di Kalimantan Selatan makin memprihatinkan dan telah mengganggu kelancaran pelayaran. Karenanya Pemerintah Provinsi Kalsel akan segera mengeluarkan kebijakan penghentian angkutan batubara.Lebar alur Sungai Barito saat ini juga menciut, bahkan di beberapa tempat hanya tinggal 30 meter dari normal 100 meter. Air Sungai Barito Kalimantan Selatan, yang selama ini menjadi tumpuan hidup warga Banjarmasin dan sekitarnya dinyatakan tercemar limbah sehingga tidak layak untuk dikonsumsi. Kepala Dinas Kesehatan Kalimantan Selatan mengatakan tercemarnya sungai Barito dan beberapa sungai lainnya, bisa mengakibatkan kecacatan terhadap bayi maupun warga, bila air tersebut tidak diolah secara benar. Hal ini karena, di Kalsel cukup banyak adanya tambang-tambang emas dan batu bara yang mengadung limbah yang cukup tinggi dan langsung di buang di sungai. Dari hasil survei yang dilakukan Dinkes secara berkala, penyakit yang berbasis lingkungan masih merupakan masalah kesehatan terbesar masyarakat. Hal tersebut tercermin dari masih tingginya kejadian seperti keracunan dan timbulnya penyakit yang berbasis lingkungan. Kondisi ini di disebabkan masih buruknya kondisi sanitasi dasar terutama air bersih dan penggunaan jamban keluarga yang tidak memperhatikan ketentuan kesehatan. Selain itu, perilaku hidup sehat masyarakat juga masih sangat rendah, yang diantaranya tercermin dalam kurang bersihnya pengelolaan bahan makanan serta buruknya penatalaksanaan bahan kimia dan pestisida yang kurang memperhatikan aspek kesehatan. Air limbah lima perusahaan tambang batubara yang mencemari Sungai Barito itu ternyata tingkat keasamannya cukup tinggi, yakni pH-3 padahal air limbah yang aman untuk lingkungan seharusnya pH-7. Dengan kadar keasaman yang tinggi, air limbah itu dikhawatirkan merusak kehidupan biota sungai yang ada di kawasan tersebut, padahal di sungai tersebut diketahui begitu banyak spesies udang dan ikan, baik ikan air tawar maupun air payau.


0 komentar: